Senin, 01 Februari 2021

Menghindari Perbuatan Tercela Bagian 1 (ISROF)

 Harta yang kita miliki, pada hakikatnya adalah titipan dari Allah Swt. Pada suatu saat  yang telah ditentukan, maka harus dipertanggung jawabkan tentang bagaimana memperolehnya dan digunakan untuk apa.

Dalam  membelanjakan  harta,  haruslah  memperhatikan  norma-norma  agama yang telah mengaturnya. Tidak boleh boros, ataupun berlebih-lebihan, tetapi juga tidak boleh pelit. Orang yang boros, berlebih-lebihan, dan yang bahil dalam membelanjakan harta dikecam oleh Allah Swt.

Islam mengajarkan kepada umat untuk menempuh jalan tengah, yaitu antara larangan tabżīr, isrāf, dan bakhīl. Jalan tengah inilah yang dinamakan kesederhanaan. Andaipun Allah memberikan kecukupan rezeki, maka harus dipergunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntunan agama.

A.  Isrāf
1.   Pengertian  Isrāf
Berlebih-lebihanan, dalam Bahasa Arab disebut dengan kata : (فرسأ –  فرسَاي - افارسإ)  “Asrafa – Yusrifu – Israafan” yang berarti bersuka ria sampai melewati batas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melampaui batas (berlebihan) diartikan; “melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan aturan (nilai) tertentu yang berlaku. Secara istilah melampaui batas (berlebihan) dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan seseorang di luar kewajaran atau kepatutan. Isrāf juga dapat berarti   menggunakan harta untuk sesuatu yang benar namun melebihi batas yang dibenarkan, misalnya makan atau minum secara berlebihan.

2.   Dasar Larangan Isrāf
 Artinya:  “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,     makan    dan    minumlah,    dan    janganlah    berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
(QS. Al-A’raf [7]: 31)

Sikap  dan  perilaku  berlebihan  merupakan  salah  satu  penyakit  ruhani  yang sangat merugikan diri manusia itu sendiri. Nabi bersabda;
 
)ءاسنلاَهاور(ََةليخمَلَوَفارسإَريغَىفَ،َاوقدصتوَاوسبلاوَاوبرشاوَاولك

Artinya: “Makan dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa bersikap berlebihan dan sombong.” (HR. An-Nasa’i)
Al-Qur’an maupun hadiś di atas menjelaskan secara tegas larangan makan dan
minum, berpakaian dan bersedekah secara berlebihan. Sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul, di dalamnya pasti ada madharatnya bagi manusia. Oleh karena itu Islam   menganjurkan hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.

3.   Contoh Perilaku Isrāf
a.   Isrāf dalam makan dan minum, misalnya mengkonsumsi makanan melebihi nutrisi yang dibutuhkan  tubuh. Termasuk dalam kategori ini adalah bermewah-mewahan dalam makan dan minum.
b.   Isrāf dalam berpakaian, misalnya memakai pakaian dengan mode pakaian yang justru tidak sesuai dengan syari’at, misalnya terlalu panjang atau terlalu kecil.
c.   Isrāf dalam penggunaan air, misalnya mencuci pakaian dengan menggunakan air yang berlebihan atau membiarkan kran air terbuka sehingga air terbuang percuma.
d.   Isrāf dalam penggunaan  listrik, misalnya tidak mematikan lampu setelah selesai dipakai, tidak mematikan kipas angin setelah tidak dipakai, dsb.
e.  Israf dalam penggunaan alat komunikasi, misalnya mengobrol dengan ponsel berlama-lama, main game online dan sejenisnya sehingga melupakan waktu istirahat, waktu belajar dan waktu ibadah.
f. Isrāf dalam ibadah, misalnya melaksanakan salat lail semalam suntuk sehingga ketiduran dan tidak melaksanakan salat subuh.
g.   Berlebih-lebihan  dalam  segala  perbuatan  mubah  sehingga  mengalahkan  yang sunnah dan yang wajib

4.   Dampak Sikap Isrāf
Perilaku isrāf merupakan salah satu perwujudan   dari sikap ingkar terhadap nikmat Allah. Betapa tidak, Allah memberikan rezeki yang berupa harta, usia, kesempatan, dll. agar dipergunakan sesuai dengan manfaatnya dan dalam takaran yang wajar, tidak boleh berlebih-lebihan. Apabila melampaui manfaatnya dan takaran yang wajar, maka akan memunculkan ketidakseimbangan pada individu yang bersangkutan maupun  lingkungan.  Misalnya  orang  yang  diberi  kecukupan  rezeki. Maka rezeki yang dimilikinya tersebut harus digunakan sesuai dengan  kebutuhan yang ada, bukan didasarkan kepada faktor kesenangan sehingga memicu perbuatan berlebih-lebihan.  Yang paling mudah memahami permasalahan ini  adalah dengan mencontohkan bagaimana seharusnya mengkonsumsi makanan.
Kebutuhan asupan gizi dan nutrisi dalam tubuh manusia itu sudah ada takarannya. Apabila asupan gizi dan nutrisi tersebut sudah terpenuhi sesuai dengan takarannya maka sebenarnya sudah  cukup. Jika manusia mengkonsumsi makanan
 
yang melebihi kebutuhan gizi dan nutrisi tubuhnya maka akan mengakibatkan munculnya berbagai penyakit.
Perilaku isrāf juga dapat memunculkan kecemburuan sosial yang dapat memicu kerawanan sosial. Sebagaimana diketahui bahwa di tengah-tengah kehidupan masyarakat, ada yang miskin, ada yang kaya, dsb. Apabila di lingkungan tersebut, ada prilaku dari si kaya yang berlebih-lebihan, maka akan membuat sakit hati bagi si miskin. Dari situ akan muncul sikap cemburu sosial. Kecemburuan sosial ini, apabila tidak segera diatasi maka akan memunculkan kerawanan sosial yang berupa disintegrasi sosial yang ditandai dengan renggangnya hubungan antar anggota masyarakat. Kerenggangan hubungan sosial ini dapat memicu terjadinya konflik. Untuk itu hidup sederhana dan peduli terhadap lingkungan sangatlah penting.
Dalam kasus yang lain, Isrāf dapat menimbulkan  perilaku rakus. Dari perilaku rakus ini akan memicu perilaku buruk lainnya, yaitu menghalalkan segala cara untuk memenuhi   kerakusannya   itu.   Perilaku   menghalalkan   segala   cara   ini   akan menimbulkan  permasalahan  sosial  yaitu  hilangnya  kepedulian  sosial.  Orang  akan acuh-tak acuh atau tidak mempedulikan terhadap keadaan lingkungan sosial di mana dia hidup. Apabila harta yang dimilikinya habis, maka orang yang terbiasa berlebih- lebihan akan melakukan apapun, tidak mempedulikan norma-norma sosial, hukum, dan agama, yang terpenting adalah mendapatkan harta untuk memenuhi kesenangannya.

5.   Upaya Menghindari Sikap Isrāf
Rasulullah melarang umatnya berpuasa terus-menerus, melarang salat di sebagian   besar waktu malam kecuali pada sepuluh hari akhir bulan Ramadhan, melarang membujang bagi yang mampu menikah, atau melarang orang yang meninggalkan makan daging.
Islam mengajarkan sifat kebersahajaan (iffah), setiap muslim dilarang mengikuti ajakan nafsu atau panggilan syahwat. Nafsu harus dikendalikan, sederhanalah dan tundukkan nafsu dengan akal sehat. Sebagian   besar keburukan itu disebabkan oleh tidak mampunya seseorang dalam mengendalikan nafsunya. Janganlah ataupun melampaui batas. Orang yang memiliki sikap sederhana maka tidak akan melakukan sesuatu yang melebihi kewajaran, karena akan merendahkan diri sendiri baik di hadapan Allah atau sesama manusia.
Kehidupan setiap muslim tidak terlepas dari interaksi dengan sesama. Islam
mengajarkan   sikap   sepadan   (musawah).   Ajaran   ini   memiliki   tujuan   untuk menciptakan   rasa  kesejajaran,  persamaan  dan   kebersamaan   serta  penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Tuhan. Sikap sepadan akan menempatkan manusia pada posisi yang sejajar, sehingga akan menyadarkan setiap orang untuk memberikan yang terbaik. Sikap ini akan menjadi jalan baru bagi sesama manusia
 
untuk  melakukan  kebajikan  yang  sesuai  dengan  ketentuan  dan  bermanfaat  bagi kemaslahatan  bersama.  Sesungguhnya  sikap  bersahaja  dan  sepadan  akan  dapat
mengendalikan setiap muslim dari sikap melampaui batas (Isrāf). Firman Allah:
Artinya  : “Dan orang-orang  yang  apabila  membelanjakan  (harta),  mereka  tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS. Al-Furqan [25]: 67)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar