Senin, 15 Februari 2021

Menghindari Perbuatan Tercela Bagian 2 (TABDZIR & BAKHIL)

Tabżīr

Pengertian Sikap Tabżīr

Istilah tabżīr berasalah dari bahasa Arabو dalam   tafsir   Departemen   Agama   diartikan   sebagai   suatu  perbuatan menghambur-hamburkan harta”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tabẓīr diartikan, “berlebih-lebihan atau menghambur-hamburkan dalam pemakaian uang ataupun barang”. Secara istilah, boros adalah perbuatan yang dilakukan dengan cara menghambur-hamburkan uang ataupun barang dengan tujuan untuk memenuhi kesenangan.   Tabẓīr juga bisa diartikan sebagai menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar, misalnya membelanjakan harta untuk tujuan maksiat.

Sebagian  ulama memahami tabẓīr (pemborosan) sebagai sesuatu pengeluaran yang  bukan  haq.  Jika  seseorang  mengeluarkan  hartanya  sebanyak  apapun  untuk sesuatu yang haq maka orang tersebut tidak disebut sebagai pemboros. Sebaliknya, apabila  seseorang  mengeluarkan  harta  untuk  perkara  yang  bāṭil  walaupun  sedikit maka dia disebut pemboros.

Dasar Larangan Tabżīr

Allah menjelaskan bahwa orang yang boros itu saudara setan. Ungkapan ini dimaksudkan untuk   mencela orang-orang yang memiliki sikap boros sebagaimana

firman-Nya:

Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros- pemboros itu adalah saudara-saudara setan   dan setan   itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ [17]: 26-27)

 Perilaku boros adalah termasuk hal yang bāṭil, dan seluruh perbuatan setan pasti mengandung kebatilan,  sehingga  tindakan  yang  dilakukan  oleh orang yang boros mempunyai kesamaan dengan perbuatan setan, yaitu sama-sama perbuatan batil, sehingga Allah Swt. menempatkan pemboros sebagai saudara setan. Pemboros dan setan juga mempunyai kesamaan dalam hal keingkarannya kepada Allah.

Dalam  hal  membelanjakan  harta,  pemboros  tidak  akan  mempertimbangkan aspek kemanfaatan dan kemadaratan, bahkan aspek nilai-nilai agama atau hukum agama pasti dikesampingkan. Mereka akan membelanjakan harta hanya sekedar untuk memenuhi hasrat kesenangan dan  menuruti hawa nafsu. Bahkan para pemboros akan merasa puas walaupun harta yang dikeluarkan tersebut untuk kemaksiatan. Ukuran boros atau tidak bukan terletak pada jumlahnya, tetapi terletak pada tujuan dan kemanfaatannya dari pengeluaran harta tersebut. Apabila membelanjakan harta melebihi kebutuhannya, maka itu termasuk pada perbuatan isrāf (berlebih-lebihan). Akan tetapi apabila membelanjakan harta untuk tujuan yang tidak jelas dan tidak ada manfaatnya, maka sedikit ataupun banyak adalah termasuk perbuatan tabẓīr (boros).

Contoh Perbuatan Tabżīr

Sebagaimana dijelaskan dalam pengertian tabẓīr, bahwa perilaku tabẓīr adalah membelanjakan harta pada jalan yang salah/tidak haq maka contohnya banyak sekali. Setiap pengeluaran   (uang, barang dan jasa) untuk keperluan yang tidak haq atau perbuatan tmaksiat, maka itu termasuk kepada perbuatan tabẓīr, misalnya:

a.   Memberi sumbangan untuk kegiatan hura-hura dan kemaksiatan, misalnya untuk acara pesta minum-minuman keras. Walaupun dia tidak ikut meminumnya, maka sumbangannya tersebut termasuk pada perbuatan tabẓīr.

b.   Mengkonsumsi makanan yang tidak ada manfaatnya dan justru membahayakan, misalnya membeli minum-minuman keras, narkoba, dll.

c.   Membeli sesuatu yang tidak diambil manfaatnya.

d.   Kumpul-kumpul yang tidak jelas tujuannya. Ini termasuk tabẓīr dalam soal waktu atau kesempatan.

e.   Segala   sesuatu   pembelanjaan   yang   tidak   memperhitungkan   tujuan   dan kemanfaatan dan hanya menuruti kesenangan.

Bahaya Sikap Tabżīr

Orang  yang  memilik  perilaku  tabẓīr,  di  mata  Allah  merupakan  saudaranya setan. Dengan demikian maka akan sulit membedakan   perbuatan yang benar dan yang salah menurut Agama. Baginya, sesuatu yang baik adalah yang dapat menyenangkan hatinya, walaupun bertentangan dengan norma sosial, hukum, dan agama. Dia akan menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan harta/uang sehingga dapat digunakan untuk menyenangkan hatinya. Apabila demikian, maka dia akan menjadi orang yang hedonis.

Bakhil

Pengertian Bakhīl

Bakhīl/kikir  ialah  menahan  harta  yang  seharusnya  dikeluarkan.   Al-Jurjani dalam kitab at-Ta’rifat mendefinisikan bakhīl   dengan menahan hartanya sendiri, yakni menahan memberikan sesuatu pada diri dan orang lain yang sebenarnya tidak berhak untuk ditahan atau dicegah, misalnya uang, makanan, minuman, dan lain-lain. Ketika orang memiliki uang, makanan, dan minuman yang mestinya bisa diberikan kepada yang membutuhkan, kemudian enggan untuk memberikannya, maka ia adalah bakhīl . Orang yang dapat mengindari perilaku bakhīl  maka di sisi Allah digolongkan sebagai orang yang beruntung, sebagaimana firman-Nya:

Artinya:  dan  siapa  yang  dipelihara  dari  kekikiran  dirinya,  mereka  itulah  orang orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr [59]: 9)

Bakhīl   adalah sifat   tercela karena sifat ini terlahir dari godaan setan. Bakhīl dijadikan oleh setan   sebagai jalan untuk menuju   ke neraka. Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Isra (17): 29-30  sebagai berikut:

Artinya: dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.(QS. al-Isra [17]: 29-30)

Banyak contoh tentang kehancuran orang-orang yang bakhīl. Salah satunya adalah Qarun. Qarun adalah raja kebakhilan yang kisah hidupnya diabadikan dalam al-Qur’an, yaitu dalam surat al-Qashash. Hal ini perlu kita cermati sebagai pelajaran bahwa bakhīl    dapat  membawa kehancuran  di  dunia dan  di  akhirat.  Sifat  bakhīl muncul   diakibatkan   kecintaan   yang   berlebihan   terhadap   dunia,   tidak   adanya keyakinan tentang kemuliaan yang ada di sisi Allah, tamak dan kagum kepada diri sendiri serta sebab-sebab lainnya. Nabi Muhammad Saw. bersabda:

Artinya: Dari  sahabat  Abu  Abdillah  atau  terkadang  dipanggil  Abu  Abdirrahman Tsauban  berkata, Rasulullah Saw.   bersabda, “Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dia infakkan kepada keluarganya dan dinar yang diinfakkan untuk membeli kendaraan perang di jalan Allah, serta dinar yang diinfakkan untuk saudaranya untuk perang di jalan Allah. (HR. Muslim)

Dasar Larangan Bakhīl

Harta yang dimiliki manusia adalah karunia  dari Allah Swt. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada-Nya maka kita harus mengeluarkan sebagian  dari karunia tersebut untuk orang lain. Apabila menahannya berarti kebakhilan telah menghinggapinya.

Perilaku bakhil ini dilarang Allah Swt. sebagai firman-Nya:

Artinya: Sekali-kali janganlah orang yang bakhīl  dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka,  bahwa kebakhīlan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhīlan itu adalah buruk bagi mereka. (QS. Ali Imran [3]: 180).

Allah telah mengabadikan kisah kebakhilan Qarun di dalam al-Qur’an. Kisah ini agar dijadikan pelajaran kepada umat manusia, bahwa perilaku bakhil/kikir sangat dilarang oleh Allah Swt. Harta yang dimiliki seseorang merupakan karunia Allah yang harus dipergunakan sebaik-baiknya di jalan Allah. Allah Swt. mengkisahkan perilaku bakhil Qarun tersebut sebagaimana firman-Nya:

Artinya : “Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap adzab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al-Qashas [28]: 81).

Bahaya Perilaku Bakhīl

a. Harta yang ditahan karena kebakhilan akan dikalungkan di lehernya di hari kiamat, sebagaimana firman-Nya:

Artinya:  Harta yang mereka bakhīl kan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran [3]: 180).

 b. Mengikuti jejak setan

Orang yang bakhil, sebenarnya telah mengikuti petunjuk setan, karena mereka mengira, bahwa dengan kebakhilannya itu akan dapat menyelamatkan hartanya. Hal tersebut disindir oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

 Artinya:  setan     menjanjikan  (menakut-nakuti)  kamu  dengan  kemiskinan  dan menyuruh  kamu  berbuat  kejahatan  (kikir);  sedang  Allah  menjadikan untukmu  ampunan  daripada-Nya  dan  karunia.  dan  Allah  Maha  Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (QS Al-Baqarah [2]: 268)

c.  Terhalang masuk surga

Rasulullah Saw.., menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan masuk surga.

 

Artinya: Tidak akan masuk surga orang-orang yang menipu, bakhīl   (kikir) dan orang-orang yang buruk mengurus miliknya (HR Tirmidzi)



d. Rezeki menjadi sempit

Orang yang mempunyai tabiat kikir/bakhīl    mengira, bahwa dengan kebakhilannya  itu  dia  akan  menjadi  kaya,  padahal  yang  terjadi  sesungguhnya adalah   dia telah disempitkan hidupnya, karena dalam jiwanya selalu merasa sempit/tidak berkecukupan atas harta yang dimilikinya. Nabi Muhammad Saw.

bersabda: Artinya:    Dari Asma’    ra,     ia berkata : Nabi     Saw.    berpesan     kepadaku, Janganlah kamu bakhīl,      yang      menyebabkan      kamu disempitkan rezekimu. (HR. Bukhari)

e.  Menimbulkan malapetaka

Perilaku bakhīl   akan menimbulkan malapetaka yang besar terhadap kemanusiaan. Perilaku ini bisa menimbulkan rasa dengki dan iri hati dalam jiwa orang-orang fakir dan miskin terhadap orang kaya yang bakhīl. Sebagai akibatnya, orang-orang miskin     akan  mencari-cari  kesempatan  yang tepat untuk melampiaskan rasa kedengkiannya terhadap orang-orang kaya yang bakhīl, dan berusaha  mencari  jalan  untuk  menghancurkan  harta kekayaan mereka.  Sebagai mana tercantum dalam Q.S al-Lail (92): 8-11:

 Artinya: dan Adapun orang-orang yang bakhīl  dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar, dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (QS. al-Lail [92]: 8-11)

Menghindari Perilaku Bakhīl

a. Menanamkan keyakinan bahwa segala sesuatu itu milik Allah

Ketika seeorang telah merasa bahwa segala sesuatu milik Allah maka ia tidak merasa memiliki terhadap benda andaikata ia diberi keleluasaan rezeki oleh Allah maka hatinya akan terdorong untuk bersedakah. Sebagaimana firman Allah QS. Ali Imran (3): 109

Artinya: Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.( QS. Ali Imran [3]: 109)

b. Memperbanyak rasa syukur

Jika seseorang mensyukuri nikmat Allah, maka Allah akan   memberi tambahan yang lebih baik. Namun apabila mengingkarinya maka akan diazab oleh Allah  dengan  azab  yang  pedih.   Karena  sesungguhnya  kesyukuran  manusia hakikatnya untuk dirinya sendiri. 

Artinya: Dari Abu  Hurairah  dari  Rasulullah  SAW,  beliau  bersabda, “Harta itu  tidak  menjadi   berkurang  karena    disedekahkan, dan Allah tidak menambah  bagi   orang  yang  suka  memaafkan  melainkan  kemuliaan, dan   tiada   seorang  merendahkan   diri karena Allah  melainkan   Allah akan  meninggikan  derajatnya”. (HR. Muslim)

c. Melakukan kegiatan sosial dengan memperbanyak infak dan sedekah

Kegemaran mengikuti kegiatan sosial melalui infak dan sedekah   akan mengikis perilaku bakhīl   yang disebabkan oleh cinta harta, sehingga penyakit rohani ini akan hilang dengan sendirinya, dan di akhirat nanti akan terbebas dari api neraka, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw: 

Artinya: Dari ‘Adiy  bin  Hatim,  ia  berkata : Saya  mendengar  Rasulullah  Saw. bersabda,  “Jagalah  dirimu  dari  api  neraka  walau  dengan  sedekah separuh biji kurma”. (HR.Bukhari).

d. Memohon perlindungan  Allah dari sifat bakhīl /kikir

Berikut  ini,  adalah  do’a  yang  berisi  permintaan  agar  kita  terhindar  dari penyakit hati yaitu pelit lagi tamak yang merupakan penyakit yang amat berbahaya.

Artinya: Ya Allah, hilangkanlah dariku sifat pelit (lagi tamak), dan jadikanlah aku orang-orang yang beruntung




Tidak ada komentar:

Posting Komentar