Tabżīr
Pengertian Sikap Tabżīr
Istilah tabżīr berasalah dari bahasa Arabو dalam tafsir Departemen Agama diartikan sebagai suatu perbuatan menghambur-hamburkan harta”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tabẓīr diartikan, “berlebih-lebihan atau menghambur-hamburkan dalam pemakaian uang ataupun barang”. Secara istilah, boros adalah perbuatan yang dilakukan dengan cara menghambur-hamburkan uang ataupun barang dengan tujuan untuk memenuhi kesenangan. Tabẓīr juga bisa diartikan sebagai menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar, misalnya membelanjakan harta untuk tujuan maksiat.
Sebagian ulama memahami tabẓīr (pemborosan) sebagai sesuatu pengeluaran yang bukan haq. Jika seseorang mengeluarkan hartanya sebanyak apapun untuk sesuatu yang haq maka orang tersebut tidak disebut sebagai pemboros. Sebaliknya, apabila seseorang mengeluarkan harta untuk perkara yang bāṭil walaupun sedikit maka dia disebut pemboros.
Dasar Larangan Tabżīr
Allah menjelaskan bahwa orang yang boros itu saudara setan. Ungkapan ini dimaksudkan untuk mencela orang-orang yang memiliki sikap boros sebagaimana
firman-Nya:
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros- pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ [17]: 26-27)
Perilaku boros adalah termasuk hal yang bāṭil, dan seluruh perbuatan setan pasti mengandung kebatilan, sehingga tindakan yang dilakukan oleh orang yang boros mempunyai kesamaan dengan perbuatan setan, yaitu sama-sama perbuatan batil, sehingga Allah Swt. menempatkan pemboros sebagai saudara setan. Pemboros dan setan juga mempunyai kesamaan dalam hal keingkarannya kepada Allah.
Dalam hal membelanjakan harta, pemboros tidak akan mempertimbangkan aspek kemanfaatan dan kemadaratan, bahkan aspek nilai-nilai agama atau hukum agama pasti dikesampingkan. Mereka akan membelanjakan harta hanya sekedar untuk memenuhi hasrat kesenangan dan menuruti hawa nafsu. Bahkan para pemboros akan merasa puas walaupun harta yang dikeluarkan tersebut untuk kemaksiatan. Ukuran boros atau tidak bukan terletak pada jumlahnya, tetapi terletak pada tujuan dan kemanfaatannya dari pengeluaran harta tersebut. Apabila membelanjakan harta melebihi kebutuhannya, maka itu termasuk pada perbuatan isrāf (berlebih-lebihan). Akan tetapi apabila membelanjakan harta untuk tujuan yang tidak jelas dan tidak ada manfaatnya, maka sedikit ataupun banyak adalah termasuk perbuatan tabẓīr (boros).
Contoh Perbuatan Tabżīr
Sebagaimana dijelaskan dalam pengertian tabẓīr, bahwa perilaku tabẓīr adalah membelanjakan harta pada jalan yang salah/tidak haq maka contohnya banyak sekali. Setiap pengeluaran (uang, barang dan jasa) untuk keperluan yang tidak haq atau perbuatan tmaksiat, maka itu termasuk kepada perbuatan tabẓīr, misalnya:
a. Memberi sumbangan untuk kegiatan hura-hura dan kemaksiatan, misalnya untuk acara pesta minum-minuman keras. Walaupun dia tidak ikut meminumnya, maka sumbangannya tersebut termasuk pada perbuatan tabẓīr.
b. Mengkonsumsi makanan yang tidak ada manfaatnya dan justru membahayakan, misalnya membeli minum-minuman keras, narkoba, dll.
c. Membeli sesuatu yang tidak diambil manfaatnya.
d. Kumpul-kumpul yang tidak jelas tujuannya. Ini termasuk tabẓīr dalam soal waktu atau kesempatan.
e. Segala sesuatu pembelanjaan yang tidak memperhitungkan tujuan dan kemanfaatan dan hanya menuruti kesenangan.
Bahaya Sikap Tabżīr
Orang yang memilik perilaku tabẓīr, di mata Allah merupakan saudaranya setan. Dengan demikian maka akan sulit membedakan perbuatan yang benar dan yang salah menurut Agama. Baginya, sesuatu yang baik adalah yang dapat menyenangkan hatinya, walaupun bertentangan dengan norma sosial, hukum, dan agama. Dia akan menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan harta/uang sehingga dapat digunakan untuk menyenangkan hatinya. Apabila demikian, maka dia akan menjadi orang yang hedonis.
Bakhil
Pengertian Bakhīl
Bakhīl/kikir ialah menahan harta yang seharusnya dikeluarkan. Al-Jurjani dalam kitab at-Ta’rifat mendefinisikan bakhīl dengan menahan hartanya sendiri, yakni menahan memberikan sesuatu pada diri dan orang lain yang sebenarnya tidak berhak untuk ditahan atau dicegah, misalnya uang, makanan, minuman, dan lain-lain. Ketika orang memiliki uang, makanan, dan minuman yang mestinya bisa diberikan kepada yang membutuhkan, kemudian enggan untuk memberikannya, maka ia adalah bakhīl . Orang yang dapat mengindari perilaku bakhīl maka di sisi Allah digolongkan sebagai orang yang beruntung, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr [59]: 9)
Bakhīl adalah sifat tercela karena sifat ini terlahir dari godaan setan. Bakhīl dijadikan oleh setan sebagai jalan untuk menuju ke neraka. Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Isra (17): 29-30 sebagai berikut:
Artinya: dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.(QS. al-Isra [17]: 29-30)
Banyak contoh tentang kehancuran orang-orang yang bakhīl. Salah satunya adalah Qarun. Qarun adalah raja kebakhilan yang kisah hidupnya diabadikan dalam al-Qur’an, yaitu dalam surat al-Qashash. Hal ini perlu kita cermati sebagai pelajaran bahwa bakhīl dapat membawa kehancuran di dunia dan di akhirat. Sifat bakhīl muncul diakibatkan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia, tidak adanya keyakinan tentang kemuliaan yang ada di sisi Allah, tamak dan kagum kepada diri sendiri serta sebab-sebab lainnya. Nabi Muhammad Saw. bersabda:
Artinya: Dari sahabat Abu Abdillah atau terkadang dipanggil Abu Abdirrahman Tsauban berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dia infakkan kepada keluarganya dan dinar yang diinfakkan untuk membeli kendaraan perang di jalan Allah, serta dinar yang diinfakkan untuk saudaranya untuk perang di jalan Allah. (HR. Muslim)
Dasar Larangan Bakhīl
Harta yang dimiliki manusia adalah karunia dari Allah Swt. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada-Nya maka kita harus mengeluarkan sebagian dari karunia tersebut untuk orang lain. Apabila menahannya berarti kebakhilan telah menghinggapinya.
Perilaku bakhil ini dilarang Allah Swt. sebagai firman-Nya:
Artinya: Sekali-kali janganlah orang yang bakhīl dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhīlan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhīlan itu adalah buruk bagi mereka. (QS. Ali Imran [3]: 180).
Allah telah mengabadikan kisah kebakhilan Qarun di dalam al-Qur’an. Kisah ini agar dijadikan pelajaran kepada umat manusia, bahwa perilaku bakhil/kikir sangat dilarang oleh Allah Swt. Harta yang dimiliki seseorang merupakan karunia Allah yang harus dipergunakan sebaik-baiknya di jalan Allah. Allah Swt. mengkisahkan perilaku bakhil Qarun tersebut sebagaimana firman-Nya:
Artinya : “Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap adzab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al-Qashas [28]: 81).
Bahaya Perilaku Bakhīl
a. Harta yang ditahan karena kebakhilan akan dikalungkan di lehernya di hari kiamat, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: Harta yang mereka bakhīl kan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran [3]: 180).
b. Mengikuti jejak setan
Orang yang bakhil, sebenarnya telah mengikuti petunjuk setan, karena mereka mengira, bahwa dengan kebakhilannya itu akan dapat menyelamatkan hartanya. Hal tersebut disindir oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
Artinya: setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (QS Al-Baqarah [2]: 268)
c. Terhalang masuk surga
Rasulullah Saw.., menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan masuk surga.
Artinya: Tidak akan masuk surga orang-orang yang menipu, bakhīl (kikir) dan orang-orang yang buruk mengurus miliknya (HR Tirmidzi)
d. Rezeki menjadi sempit
Orang yang mempunyai tabiat kikir/bakhīl mengira, bahwa dengan kebakhilannya itu dia akan menjadi kaya, padahal yang terjadi sesungguhnya adalah dia telah disempitkan hidupnya, karena dalam jiwanya selalu merasa sempit/tidak berkecukupan atas harta yang dimilikinya. Nabi Muhammad Saw.
bersabda: Artinya: Dari Asma’ ra, ia berkata : Nabi Saw. berpesan kepadaku, Janganlah kamu bakhīl, yang menyebabkan kamu disempitkan rezekimu. (HR. Bukhari)
e. Menimbulkan malapetaka
Perilaku bakhīl akan menimbulkan malapetaka yang besar terhadap kemanusiaan. Perilaku ini bisa menimbulkan rasa dengki dan iri hati dalam jiwa orang-orang fakir dan miskin terhadap orang kaya yang bakhīl. Sebagai akibatnya, orang-orang miskin akan mencari-cari kesempatan yang tepat untuk melampiaskan rasa kedengkiannya terhadap orang-orang kaya yang bakhīl, dan berusaha mencari jalan untuk menghancurkan harta kekayaan mereka. Sebagai mana tercantum dalam Q.S al-Lail (92): 8-11:
Artinya: dan Adapun orang-orang yang bakhīl dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar, dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (QS. al-Lail [92]: 8-11)
Menghindari Perilaku Bakhīl
a. Menanamkan keyakinan bahwa segala sesuatu itu milik Allah
Ketika seeorang telah merasa bahwa segala sesuatu milik Allah maka ia tidak merasa memiliki terhadap benda andaikata ia diberi keleluasaan rezeki oleh Allah maka hatinya akan terdorong untuk bersedakah. Sebagaimana firman Allah QS. Ali Imran (3): 109
Artinya: Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.( QS. Ali Imran [3]: 109)
b. Memperbanyak rasa syukur
Jika seseorang mensyukuri nikmat Allah, maka Allah akan memberi tambahan yang lebih baik. Namun apabila mengingkarinya maka akan diazab oleh Allah dengan azab yang pedih. Karena sesungguhnya kesyukuran manusia hakikatnya untuk dirinya sendiri.
Artinya: Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Harta itu tidak menjadi berkurang karena disedekahkan, dan Allah tidak menambah bagi orang yang suka memaafkan melainkan kemuliaan, dan tiada seorang merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya”. (HR. Muslim)
c. Melakukan kegiatan sosial dengan memperbanyak infak dan sedekah
Kegemaran mengikuti kegiatan sosial melalui infak dan sedekah akan mengikis perilaku bakhīl yang disebabkan oleh cinta harta, sehingga penyakit rohani ini akan hilang dengan sendirinya, dan di akhirat nanti akan terbebas dari api neraka, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:
Artinya: Dari ‘Adiy bin Hatim, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Jagalah dirimu dari api neraka walau dengan sedekah separuh biji kurma”. (HR.Bukhari).
d. Memohon perlindungan Allah dari sifat bakhīl /kikir
Berikut ini, adalah do’a yang berisi permintaan agar kita terhindar dari penyakit hati yaitu pelit lagi tamak yang merupakan penyakit yang amat berbahaya.
Artinya: Ya Allah, hilangkanlah dariku sifat pelit (lagi tamak), dan jadikanlah aku orang-orang yang beruntung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar