Senin, 15 Februari 2021

ISLAM WASHATIYAH RAHMATAN LIL ‘ALAMIN Bagian 1

 Islam Washatiyah

Menelaah Makna dan Dalil Islam Washatiyah

Secara bahasa, kata washatiyah berasal dari kata wasatha ( وسط ) yang berarti adil atau sesuatu  yang berada di pertengahan.  Ibnu ’Asyur mendefinisikan kata ”wasath” dengan dua makna. Pertama, definisi menurut etimologi, kata wasath berarti sesuatu yang ukurannya  sebanding.    Kedua,  definisi  menurut  terminologi  bahasa,  makna  wasatha adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan, tidak berlebihan dalam hal tertentu.

Islam Washatiyah adalah yakni Islam tengah diantara dua titik ekstrem yang saling berlawanan, yaitu antara taqshir (meremehkan) dan ghuluw (berlebih- lebihan) atau antara    liberalisme dan radikalisme.     Islam  Washatiyah  berarti

 Islam jalan tengah. Tidak terlibat kekerasan, sampai pembunuhan, terbuka dan berada di atas untuk semua golongan.  Hal ini berdasarkan Sabda Rasul :

”Pilihlah perkara yang berada diantara dua hal dan sebaik-baik persoalan adalah sikap paling moderat (tengah).”(HR. Baihaqi)

Islam Wasathiyah, selanjutnya dikenal dengan Islam moderat, adalah Islam yang cinta damai, toleran, menerima perubahan demi kemaslahatan, perubahan fatwa karena situasi dan kondisi, dan perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi seseorang adalah adil dan bijaksana.

Allah berfiraman dalam Qur’an Surat al-Baqarah ayat 143 :

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath (adil) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah [2]: 143).

Adapun makna ”Ummatan wasathan” pada ayat di atas adalah ummat yang adil dan terpilih.  Maksudnya  umat  Islam  ini  adalah ummat  yang  paling  sempurna agamanya, paling baik akhlaknya, paling utama amalnya.

Wasath atau jalan tengah dalam beragama Islam dapat diklasifikasi ke dalam empat lingkup yaitu:

1)  Wasath dalam persoalan akidah. Dalam persoalan iman kepada yang ghaib, diproyeksikan dalam bentuk keseimbangan pada batas-batas tertentu.  Contohnya sebagai berikut.

a) Islam tidak seperti keimanan mistisisme yang cenderung berlebihan dalam mempercayai benda ghaib.

b) Akidah Islam menentang dengan tegas sistem keyakinan kaum atheis yang menafikan wujud Tuhan

c)  Islam memberikan porsi berimbang antara fikir dan dzikir.   Islam memosisikan wahyu sebagai pembimbing nalar, menuju kemaslahatan dunia akhirat melalui syari’ahnya.

2)  Wasath dalam persoalan ibadah. Dalam masalah ibadah menyeimbangkan antara hablum minallah dan hablum minannas.

 3)  Wasath dalam persoalan perangai dan budi pekerti. Dalam persoalan perangai dan budi pekerti, Islam memerintahkan manusia untuk bisa menahan dan mengarahkan hawa nafsunya agar tercipta budi pekerti yang luhur (akhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari.

4)  Wasath dalam persoalan tasyri’ (pembentukan syari’ah). Selalu tunduk dan patuh pada syari’at Allah dan menjaga keseimbangan tasyri’ dalam Islam yaitu  penentuan halal dan haram yang selalu mengacu pada alasan manfaat-madarat, suci-najis, serta bersih kotor.

Ciri-ciri Islam Washatiyah

Islam Washatiyah tidak bisa hanya disimpulkan dengan satu atau dua kata karena paling sedikit ada 10 prinsip yang dapat disampaikan kepada ummat, yang merupakan prinsip dasar dan ciri-ciri amaliah   keagamaan seorang muslim moderat (wasathiyah) yaitu sebagai  berikut.

Pemahaman dan praktik amaliah keagamaan seorang muslim moderat (wasathiyah) memiliki ciri-ciri sebagi berikut.

1)  Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifraath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafriith (mengurangi ajaran agama)

2)  Tawazun  (berkeseimbangan)  yaitu  pemahaman  dan  pengamalan  agama  secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.

3)  I’tidal   (lurus   dan   tegas)   yaitu   menempatkan   sesuatu   pada   tempatnya   dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.

4)  Tasamuh (toleransi)  yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

5)  Musawah  (persamaan)  yaitu  tidak  bersikap  diskriminasi  pada  yang  lain  sebab perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.

6)  Syura (musyawarah)   yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip kemaslahatan di atas segalanya.

7)  Ishlah (reformasi) yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum dengan tetap berpegang pada prinsip melestarikan tradisi lama yang baik, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih baik.

8)  Aulawiyah  (mendahulukan  yang peroritas)  yaitu  kemampuan  mengidentifikasi  hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan kepentingan lebih rendah.

9)  Tathawur wa ibtikar (dinamis dan inovatif) selalu terbuka untuk melakukan perubaha- perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal-hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.

10) Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter, identitas, dan integrasi sebagi khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.

Islam Washatiyah sebagai Rahmatan Lil Alamin

Dewasa  ini  kita  dihadapkan  pada  munculnya  kelompok  Islam  yang  intoleran, eksklusif, mudah mengkafirkan orang, kaku, dan kelompok lain yang gampang menyatakan  permusuhan  dan  melakukan  konflik,  bahkan  kalau  perlu  melakukan kekerasan  terhadap  sesama  muslim  yang  tidak  sepaham  dengan  kelompok  lainnya. Selain itu kita juga dihadapkan pada munculnya komunitas Islam yang cenderung liberal dan pesimis.

Kedua kelompok tersebut tergolong kelompok ekstrem kanan (tatharuf yamin) dan ekstrem kiri (yasar), yang bertentangan dengan wujud ideal dalam mengimplementasikan ajaran Islam di Indonesia   bahkan   dunia.      Bagi   kita   bangsa Indonesia  khususnya   menolak  pemikiran   atau paham  keagamaan  dan  ideologi  serta  gerakan kedua kelompok tersebut, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianut dan dibangun bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan pesatuan umat.

Islam wasathiyah sejatinya merupakan ajaran ulama nusantara yang selama ini dianut dan  diamalkan  oleh  umat  Islam  di  nusantara.    Namun  setelah  terjadinya  revolusi teknologi informasi, dimana semua paham keagamaan bisa diakses dengan mudah dan bebas oleh masyarakat, maka mulailah ajaran keagamaan yang awalnya tidak dikenal di Indonesia dan berkembang di negara lain, mulai masuk dan diajarkan di Indonesia. Termasuk   ajaran   keagamaan   yang   radikal   yang   bisa   membimbing  pemeluknya melakukan tindakan teror.   Oleh karena itu merupakan hal yang sangat penting untuk mengembalikan umat Islam kepada ajaran ulama nusantara. Antara lain dengan mengembalikan pada pemahaman  Islam wasathiyah.

Islam yang rahmatan lil alamin itu adalah Islam wasati, Islam yang moderat, yaitu Islam Washatiyah.”  Islam yang moderat itu dapat dilihat dari cara seseorang berfikir dan bergerak.   Cara berfikir  yang moderat  adalah tidak terlalu  tekstual dan tidak terlalu liberal. ”Tekstual itu kaku  tanpa penafsiran, liberal itu penafsirannya terlalu lebar tanpa batas”.

Islam rahmatan lil alamin adalah Islam yang dinamis dan tidak kaku tetapi juga tidak memudah-mudahkan masalah. ”tidak galak tetapi juga tidak mencari yang mudah-mudah saja”.   Islam wasathiyah adalah yang bisa menerima NKRI . ”karena Indonesia bukan hanya milik kita, tapi milik kita semua.”

Sebagai paham atas berkembangnya paham dan gerakan kelompok yang intoleran, rigid (kaku), dan mudah mengkafirkan (takfiri), maka amaliyah keagamaan Islam Washatiyah  perlu  dikembangkan  sebagai  implementasi  Islam  (rahmatan  lil  alamin), untuk memperjuangkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.  Sikap moderat adalah bentuk manifestasi ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Sikap moderat perlu diperjuangkan untuk lahirnya umat terbaik (khairu ummah).

Majelis  Ulama  Indonesia  (MUI) terus  menyosialisasikan  Islam  Wasathiyah  yakni Islam  yang moderat penuh kasih sayang sebagai upaya dalam mencegah penyebaran paham radikalisme di masyarakat, mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia.

Moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmoni, damai, serta menekankan pada keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan sesama manusia secara keseluruhan, sehingga benar-benar terwujud rahmatan lil alamin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar